Sabtu, 21 Februari 2015

Kursus Bahasa Jawa



Kursus Bahasa Jawa
Ini kisah tentang KKM ku sekitar setengah tahun yang lalu. sebenarnya sudah lama ingin kutulis namun baru terealisasi sekarang. Kalau di kampus lain namanya KKN tapi kami UIN Malang KKM, karena katanya berbasis masjid. Awal sebelum keberangkatan banyak teman dekatku galau memikirkan dengan siapa dan dimana akan ditempatkan. Ya karena memang kita akan mendapatkan teman baru dari berbagai jurusan pun dengan kediaman baru. Sedang aku tak memikirkan dan tak mempersiapkan apa- apa. Hanya satu misi utamaku. “kursus bahasa Jawa.” Mengingat nenek moyang asli Jawa kendatipun aku kelahiran Sumatera.
Benar Tuhan berada pada perasangka hambaNya. Ketika banyak teman dekatku tidak betah sebab tidak cocok dengan teman baru malah keberuntungan berpihak padaku.  13 orang, 5 laki- laki dan 8 perempuan. Tanpa penjajakan kami berteman. Spontanitas yang berbuah persaudaraan hangat nan ceria. Bersyukur aku selalu dipertemukan dengan orang- orang baik dan spesial dengan cara masing- masing. Aku harap pola pikir seperti ini terus menemaniku.  Kami akrab satu sama lain, saling menepis ego masing- masing dibanding menampakkannya. Walau kadang ada perbedaan pendapat dan semua itu hal biasa.
KKM 50 2014 ditempatkan di Dusun Karang Anyar Lor Desa Karang Nongko Kecamatan Ponco Kusumo Kabupaten Malang. Elok nian desa ini. Sejuk di kaki gunung Bromo walau masih agak jauh sih, hehe. Daerah penghasil sayur- mayur dan terkenal dengan jeruk manisnya. Kami ditempatkan di rumah salah satu warga, “mbah” begitu akrab kami menyapa. Janda tua tanpa anak. Hanya memiliki beberapa anak angkat yang pula akrab dengan kami. Sebenarnya kami tidak punya banyak program kerja, tapi hal inti yang harus didapat perihal bagaimana cara bersosialisai dengan masyarakat Alhamdulillah berjalan dengan baik. Dan tentunya misi pribadiku kursus bahasa Jawa menjadi kisah hidup menyenangkan.
Aku selalu saja ‘sok’ bisa. Berbasa basi dengan bahasa Jawa meski sedikit memalukan. Pernah aku ditegur teman gara- gara kata tilem. Tidur bahasa jawanya turu halusnya tilem, menurutku. “mbah, mboten tilem mbah”? itu kupikir sudah sangat halus tapi ternyata salah. “ fini, kalau untuk mbah bukan tilem tapi sare” kata temanku dan kejadian ini kuulang untuk beberapa kali. Wah, ternyata ada yang lebih halus dari tilem. Seterusnya aku harus berbahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan warga, karena mayoritas mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Begitulah ala bisa karena dipaksa. Syukur tiada henti, Sebulan aku nikmati kursus bahasa Jawa ditemani keakraban dan keindahan Poncokusumo. :)
Malang, 21 02 2015