Maaf dan maklum sebelumnya, ini hanya bualan orang awam tanpa
landasan.
Apa kalau kita tidak melantunkan/mendengarkan/menyetujui bacaan al
Quran dengan irama Jawa bearti kita tidak cinta tanah air? Kalau memang seperti
itu bearti saya sedih karena telah divonis tidak cinta tanah air. Padahal cinta
itu lebih terasa bila ia natural tanpa dibuat-buat. Ekspresi cinta tanah air
dengan membaca al Quran menggunakan irama jawa terkesan “maksa”. Apa tidak ada
inovasi yang lebih pro rakyat yang bisa ditonjolkan pejabat publik saat ini? Inovasi
yang seperti ini malah menimbulkan fitnah dan adu domba disana-sini. Saya kira
masih banyak persoalan Negeri yang butuh diselesaikan dibanding menciptakan hal
baru yang kita tidak tau hal tersebut kelak membawa kita kemana? Saya kira
semua ada manfaat dan mudharat, mana yang paling berat itu yang layak kita
ambil. Saya kira istana lupa kalau bukan hanya suku jawa saja yang ada di
Nusantara. Kasian si Medan Siregar yang kupingnya tak biasa mendengar irama
jawa, bisa minta didendangkan dengan irama Medan pula nanti dia. Saya juga
penasaran dengan kristiani yang setia dengan irama khasnya tiap minggu pagi. Apa
mereka juga mau merubah nadanya dengan irama Jawa? Mau tidaknya bisa kita
jadikan perbandingan dan pelajaran sejauh mana loyalitas dan kebanggaan kita
pada agama dan keyakinan yang kita anut. Saya kira bersama tidak harus sama. Urusan
agama dan Negara bisa berjalan bersama, saling menguatkan tanpa memaksa disama
ratakan.
Malang, 05-18-2015